LinkWithin

https://lh6.googleusercontent.com/-80nacHWVol8/UBVkjziJ8nI/AAAAAAAABkc/a8XuUEbqGIc/s640/Model.jpg

ChatBox

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 11 Juni 2011

Asteroid Lutetia, Kunci Sejarah Tata Surya?

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Gambar baru asteroid primitif besar yang diambil dalam misi luar biasa 280 juta mil di luar angkasa, bisa menjadi kunci dalam pengungkapan sejarah tata surya. Badan Antariksa Eropa (ESA), via pemburu komet Rosetta, telah menerima gambar pertama dari asteroid terbesar yang pernah dikunjungi oleh satelit.

Rosetta terbang dalam 1.900 mil dari Lutetia, antara Mars dan Jupiter, untuk mengirim gambar asteroid yang ditemukan 150 tahun lalu. ''Ini fantastis dan gambar yang menarik,'' kata ilmuwan, Rita Schulz, dalam webcast dari ESA di Darmstadt, Jerman, seperti dikutip Daily Mail UK, Senin waktu setempat.

Ini akan memakan waktu beberapa minggu sebelum semua 400 gambar dan semua data instrumen presisi tinggi kapal Rosetta tiba di bumi, tapi misi yang luar biasa ini diklasifikasikan sebagai sukses besar. ''Aku orang yang sangat bahagia,'' kata seorang manajer ESA, David Southwood. ''Ini adalah hari besar bagi ilmu pengetahuan Eropa dan dunia.''

Dalam kurun waktu yang lama Lutetia sedikit memberikan satu titik terang bagi mereka di Bumi, tetapi pencitraan resolusi tinggi baru-baru telah memberikan pandangan samar mengenai asteroid ini. Ini adalah misteri Lutetia yang membuatnya begitu menarik bagi para ilmuwan, yang ingin mempelajari bagaimana banyak asteroid telah berubah melalui waktu.

Mereka berharap bahwa sekumpulan data akan mengungkapkan apakah Lutetia mengandung bahan murni yang tersisa dari pembentukan tata surya sekitar 4,6 miliar tahun lalu. ''Saat ini kita tahu sedikit tentang hal itu,'' ujar Schulz.

Lutetia diyakini berdiameter 83,3 mil. Tetapi para ilmuwan bingung akan jenis asteroid itu, sebuah benda primitif yang mengandung senyawa karbon atau asteroid metalik. ''Kita sekarang akan mendapatkan informasi rinci tentang asteroid, itu yang terpenting,'' kata Schulz. ''Akan ada banyak ilmu yang berasal dari misi itu.''

Dari data yang dikumpulkan, para ilmuwan Rosetta berharap menemukan petunjuk akan sejarah komet, asteroid, dan tata surya. Untuk Rosetta, memeriksa Lutetia dan asteroid lainnya hanya satu sisi kegiatan dari perjalanan panjang menuju komet 67P atau Churyumov-Gerasimenko yang menjadi tujuan akhir misi. Rosetta diluncurkan pada 2004 dan diperkirakan akan mencapai target pada 2014.

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/trendtek/sains/10/07/14/124520-asteroid-lutetia-kunci-sejarah-tata-surya-

Mengenal Al Khazin, Ahli Matematika dan Astronomi Islam

Rabu, 08 September 2010 07:33 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dari wilayah Marv, Khurasan, Iran, lahir seorang ahli matematika terkemuka di dunia Islam. Dia bernama Abu Ja'far Muhammad bin Muhammad Al-Husayn Al-Khurasani Al Khazin. Keahliannya dalam menyajikan rumus dan metode perhitungan untuk menguraikan soal-soal rumit begitu dikagumi dan dijadikan rujukan hingga berabad-abad kemudian.

Tidak diketahui secara pasti tahun kelahiran tokoh ini. Akan tetapi, para sejarawan memperkirakan Al-Khazin meninggal dunia antara 961 dan 971 Masehi. Selain dikenal sebagai ahli matematika, semasa hidup ia juga seorang fisikawan dan astronom yang disegani.

Merujuk pada sejumlah catatan sejarah, Al-Khazin merupakan satu dari sekian banyak ilmuwan yang telah lama dilupakan. Namanya baru mencuat kembali pada masa-masa belakangan ini. Di dunia Barat, Al-Khazin dikenal sebagai Alkhazen. Ejaan dalam bahasa Eropa menyebabkan ketidakjelasan identitas antara dia dan Hasan bin Ibnu Haitsam.

Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab nama Al-Khazin sedikit tenggelam. Al-Khazin merupakan ilmuwan zuhud. Dia menjalani hidup sederhana dalam hal makanan, pakaian, dan sebagainya. Ia sering menolak hadiah para penguasa dan pegawai kerajaan agar tidak terlena oleh kesenangan materi.

Beberapa guru tenar menghiasi rekam jejak Al-Khazin saat masih menimba ilmu. Salah satu gurunya bernama Abu Al-Fadh bin Al-Amid, seorang menteri pada masa Buwayhi di Rayy. Al-Khazin menuangkan pemikirannya dalam sejumlah risalah bidang matematika dan telah memperkaya khazanah keilmuan di dunia Islam.

Sebut saja, misalnya Kitab al-Masail al-Adadiyya yang di dalamnya tercantum karya Ibnu Majah, yaitu al-Fihrist edisi Kairo, Mesir. Karyanya yang paling terkenal adalah Matalib Juziyya mayl alMuyul al-Juziyya wa al-Matali fi al-Kuraal Mustakima. Seluruh kemampuan intelektualnya dia curahkan pada karya ini.

Termasuk perhitungan rumus teorema sinus untuk segitiga. Seperti tercantum dalam buku al-Fihrist edisi Kairo, AlKhazin pernah memberikan komentar ilmiah terhadap buku Element yang ditulis ilmuwan Yunani, Euclides, termasuk bukti-bukti yang diuraikannya menyangkut kekurangan serta kelemahan pemikiran Euclides.

Kontribusi luar biasa Al-Khazin mencakup peragaan rumus untuk mengetahui permukaan segitiga sebagai fungsi sisisisinya. Ia mengambil metode penghitungan setiap sisi kerucut. Dengan itu, dirinya berhasil memecahkan bentuk persamaan x3 + a2b = cx2. Di ranah matematika, persamaan itu sangat terkenal.

Ini merupakan sebuah soal matematika rumit yang diajukan oleh Archimedes dalam bukunya The Sphere and the Cylinder. Sayangnya, seperti disebutkan pada buku Seri Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, sekian banyak teks dan risalah ilmiah Al-Khazin tak banyak tersisa pada masa kini.

Hanya beberapa saja yang masih tersimpan, di antaranya komentarnya terhadap buku ke10 dari Nasr Mansur dalam Rasail Abi Nasr ila al-Biruni. Jejak keilmuan Al-Khazin juga dapat ditelusuri dalam lingkup astronomi. Dia mengukir prestasi gemilang melalui karyakaryanya. Salah satu yang berpengaruh adalah buku berjudul Zij as Safa'ih.

Al-Khazin mempersembahkan karya itu untuk salah satu gurunya, Ibnu Al Amid. Ia juga membahas tentang peralatan astronomi untuk mengukur ketebalan udara dan gas (sejenis aerometer). Saat nilai ketebalan bergantung pada suhu udara, alat ini merupakan langkah penting dalam mengukur suhu udara dan membuka jalan terciptanya termometer.

Manuskrip karya Al-Khazin tersebut tersimpan di Berlin, Jerman, namun hilang ketika berkecamuk Perang Dunia II. Oleh astronom terkemuka, Al-Qifti, karya itu dianggap sebagai subyek terbaik dan sangat menarik untuk dipelajari. Buku Zij as Safa'ih menuai banyak pujian dari para ilmuwan.

Menurut Al-Biruni, beragam mekanisme teknis instrumen astronomi berhasil diurai dan dijelaskan dengan baik oleh Al-Khazin. Tokoh ternama ini pun kagum atas sikap kritis Al-Khazin saat mengomentari pemikiran Abu Ma'syar dalam hal yang sama. Tokoh lain yang menyampaikan komentarnya adalah Abu Al-Jud Muhammad Al-Layth.

Ia menyatakan, pendapat Al-Khazin mengenai cara menghitung rumus chord dari sudut satu derajat. Dalam Zij disebutkan, soal itu bisa dihitung apabila chord dibagi menjadi tiga sudut. Sementara itu, Abu Nash Mansur memberikan koreksi atas sejumlah kekurangan yang terdapat pada karya Al-Khazin itu.

Penetapan inklanasi ekliptika tak luput dari perhatian Al-Khazin. Persoalan astronomi ini sudah mengemuka sejak zaman Archimedes. Para ilmuwan Muslim seperti Al-Mahani, meninggal pada 884 Masehi, yang pertama mengangkat kembali tema ini. Oleh AlKhazin, hal itu kembali dipelajari dan dia berhasil menjabarkannya dengan baik.

Menurut Al-Khazin, pembagian bola dengan sebuah bidang datar dalam satu rasio ditentukan dengan menyelesaikan persamaan pangkat tiga. Demikian ilmuwan ini menyelesaikan soal astronomi tadi yang segera mendapatkan pujian dari astronom-astronom lainnya.

Terdapat beberapa aspek penting yang dikupas oleh Al-Khazin dalam buku astronomi yang ia tulis. Dalam Zij, ia menunjukkan penetapan titik derajat tengah atau cakrawala yang kemiringannya tidak diketahui sebelumnya. Ia juga mampu menghitung sudut matahari melalui penentuan garis bujur.

Sumbangsih lain adalah menyangkut penentuan azimut atau ukuran sudut arah kiblat dengan memakai peralatan tertentu. Al-Khazin berhasil mengenalkan metode hitung segitiga sferis. Komentar-komentarnya cukup mendalam terhadap karya astronomi lain, misalnya, ia pernah menulis sebuah komentar atas Almagest karya Ptolemeus.

Subjek yang ia bahas adalah tentang sudut kemiringan ekliptik. Sebelumnya, rumus itu dikenalkan Banu Musa pada 868 Masehu di Baghdad, Irak. Ia juga mencermati hasil pengamatan AlMawarudzi, Ali bin Isa Al-Harrani, dan Sanad bin Ali. Hal ini terkait dengan penentuan musim semi dan musim panas. Sementara itu, melalui tulisannya yang berjudul Sirr al-Alamin, Al-Khazin mengembangkan lebih jauh gagasan-gagasan dari Ptolemeus yang terdapat pada buku Planetary.

Sumber:http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/09/08/134056-mengenal-al-khazin-ahli-matematika-dan-astronomi-islam

Muktazilah di Era Keemasan Islam

Khalifah al-Ma'mun menjadikan Muktazilah sebagai mazhab resmi Kekhalifahan Abbasiyah.


Muktazilah dikenal sebagai aliran teologis yang lebih mengedepankan akal dan bersifat filosofis. Tak heran jika pada awal terbentuk, mazhab yang dicetuskan Wasil bin Ata di Basra, Irak itu sepi pengikut. Mazhab itu sulit diterima masyarakat awam karena bersifat rasional dan filosofis.

Ada pula yang menyebut kaum Muktazilah tak teguh berpegang pada sunah Rasululah SAW dan para sahabat. Aliran teologis ini mulai berkembang di era Kekhalifahan Abbasiyah pada abad ke-8 M. Aliran ini mulai berkibar setelah mendapat dukungan dari kalangan intelektual di Baghdad, ketika khalifah Abbasiyah mulai mencurahkan perhatian pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Menurut Prof Tsuroya Kiswali dalam Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam, puncak kegiatan ilmu pengetahuan di dunia Islam bermula sejak jatuhnya Dinasti Umayyah ke tangan Abbasiyah. "Pada masa kekhalifahan Abbasiyah, terjadi penerjemahan buku-buku berbahasa asing, terutama Yunani kuno ke dalam bahasa Arab," ujar guru besar bidang Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya itu.

Sejatinya, kata Prof Tsuroya, penerjemahan naskah-naskah asing ke dalam bahasa Arab telah dimulai oleh Khalid bin Yazid, seorang putra khalifah Dinasti Umayyah. Namun, gerakan penerjemahan itu mencapai puncaknya saat Kekhalifahan Abbasiyah dipimpin oleh al-Ma'mun, putra Khalifah Harun ar-Rasyid.

Di masa kepemimpinan Harun ar-Rasyid-khalifah kelima yang berkuasa dari 787 M-810 M-Kekhalifahan Abbasiyah sudah mulai stabil secara politik. Khalifah pun mulai mencurahkan perhatiannya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Ia lalu membangun sebuah pusat ilmu pengetahuan di dekat gedung observatorium negara.

Gedung yang fenomenal itu bernama Bait al-Hikmah. Prof Tsuroya menerjemahkannya sebagai Wisma Filsafat. Di tempat itulah para ilmuwan secara gencar melakukan penerjemahan terhadap naskah-naskah berbahasa asing terutama bahasa Yunani.

"Kegiatan ilmiah yang didukung Khalifah Abbasiyah itu menimbulkan revolusi berpikir bebas," papar Prof Tsuroya. Kegiatan penerjemahan naskah-naskah yang berasal dari bahasa Yunani semakin gencar dilakukan pada era pemerintahan Khalifah al-Ma'mun, khalifah ketujuh Dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada 813-833 M.

Menurut Ensiklopedi Islam, Khalifah al-Ma'mun sejak kecil dididik dalam tradisi Yunani yang gemar akan ilmu pengetahuan dan filasafat. Pemerintahan al-Ma'mun membiayai seluruh proyek penerjemahan karya-karya dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab.

Khalifah menghimpun para penerjemah ulung dari berbagai daerah. Mereka dibayar dengan gaji yang sangat besar. Untuk mewujudkan impiannya, yakni menjadikan Abbasiyah sebagai pusat peradaban dunia, al-Ma'mun juga tak mengirimkan utusan khusus ke Konstantinopel guna mencari buku-buku filsafat.

Di era inilah aliran teologis Muktazilah mendapatkan ruang untuk berkembang. Sebab, kaum Muktazilah dikenal sebagai kaum atau kelompok pemikir Muslim yang menyambut kebijakan Pemerintah Abbasiyah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Terlebih lagi, Khalifah al-Ma'mun adalah seorang penganut aliran yang dikembangkan Wasil bin Ata itu.

Secara khusus, Khalifah al-Ma'mun menjadikan Muktazilah sebagai mazhab resmi Kekhalifahan Abbasiyah. Bahkan, al-Ma'mun menjadi pembela utama aliran Muktazilah. Sayangnya, kejayaan Muktazilah dan berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam ternoda dengan adanya pemaksaan terhadap penganut aliran teologis lain.

Pemaksaan ajaran Muktazilah itu dikenal sebagai peristiwa mihnah. "Peristiwa ini timbul sehubungan dengan paham-paham khalq Alquran," tulis Ensiklopedi Islam. Kaum Muktazilah berpendapat bahwa Alquran adalah kalam Allah SWT yang tersusun dari suara dan huruf-huruf. Menurut Muktazilah, Alquran itu mahluk, ciptaan Tuhan. Karena diciptakan, dalam pandangan mereka, Alquran itu sesuatu yang baru, tidak qadim.

"Jika Alquran itu dikatakan qadim, ada yang qadim selain Allah SWT, dan berarti itu hukumnya musyrik," demikanlah salah satu doktrin Muktazilah. Khalifah al-Ma'mun lalu memerintahkan agar seluruh aparat pemerintahan Ababasiyah terutama para hakim dilitsus (diteliti secara khusus) melalui mihnah.

Setiap pejabat atau hakim yang tak meyakini Alquran sebagai sesuatu yang diciptakan Allah dan bersifat baru, terancam dipecat bahkan dihukum. Dalam prosesnya, mihnah tak hanya berlaku bagi aparat pemerintah dan hakim. Para ulama dan tokoh masyarakat pun dilitsus.

Salah seorang ulama besar yang sempat menghadapi mihnah dari rezim al-Ma'mun adalah Imam Hanbali. Meski diperiksa dalam tekanan, Imam Hambali menyatakan bahwa Alquran bersifat qadim, bukan sesutu yang bersifat baru. Nyaris saja, Imam Hambali dihukum mati.

Pemerintahan al-Ma'mun hanya menjebloskan Imam Hambali ke dalam penjara karena sang ulama besar itu memiliki pengikut yang banyak. Jika dihukum mati, pihak penguasa mengkhawatirkan terjadi kekacauan. Ensiklpedi Islam mencatat, ulama yang tak sepaham dengan Muktazilah, yakni al-Khuzzai dan al-Buwaiti, dihukum mati.

Dua khalifah sepeninggal al-Ma'mun, yakni al-Mu'tasim, yang berkuasa dari 833-842 M, masih menjadikan Muktazilah sebagai mazhab resmi negara. Begitu juga penggantinya, al-Wathiq, yang berkuasa dari 842-847 M, juga tetap mengembangkan paham Muktazilah.

Dominasi Muktazilah berakhir pada zaman al-Mutawakkil, khalifah ke-10 Abbasiyah yang berkuasa pada 847- 861 M. Berbeda dengan pendahulunya, al-Mutawakkil adalah seorang penganut Sunni atau Ahlusunah Waljamaah. Ia lalu membubarkan paham Muktazilah sebagai mazhab resmi pemerintahan Abbasiyah.

Aliran Sunni pun mendapat angin segar. Para pengikut Sunni tampil dan bangkit. Sayangnya, ketika itu kejayaan Dinasti Aabbasiyah sudah mulai meredup. Hal itu sebagai imbas dari kebijakan Khalifah al-Mu'tasim yang memberikan peluang bagi orang-orang Turki untuk duduk dalam pemerintahan. Periode ini dikenal sebagai pengaruh Turki pertama dalam Kekhalifahan Abbasiyah.

Pada zaman itu, Abbasiyah mulai melemah, terjadi disintegrasi pada wilayah-wilayah kekuasaan sang adidaya. Aliran Muktazilah belum sepenuhnya tenggelam. Pada 945-1055 M, Kekhalifahan Abbasiyah dikendalikan oleh Dinasti Buwaihi. Dinasti ini, meski Syiah, namun mendukung aliran Muktazilah. Sehingga, ilmu pengetahuan sempat berkembang kembali selama 110 tahun di Baghdad.

Namun, ketika Dinasti Seljuk mengendalikan kekuasaan, paham Muktazilah kehilangan peran. Dinasti Seljuk mengembangkan paham Asy'ariyah. Sejak itulah, Muktazilah tergeser dari panggung peradaban dan akhirnya tenggelam. Paham ini mulai berkembang lagi pada abad ke-20 M, setelah berbagai karya Muktazilah ditemukan.


Baitulhikmah dan Peran Intelektual Muktazilah

Oleh Heri Ruslan, Rosyid Nurul Hakim

Era keemasan Islam di Baghdad, pusat pemerintahan Abbasiyah, ditandai dengan berkembangnya ilmu agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Khalifah mendorong para ulama dan sarjana untuk berlomba-lomba mengkaji ilmu. Dengan tawaran gaji, fasilitas, dan hadiah yang besar, para sarjana Islam menerjemahkan sederet karya-karya ilmiah dari Yunani, Persia, Syria, dan Koptik ke dalam bahasa Arab.

Gerakan penerjemahan itu berlangsung selama 100 tahun. Awalnya, pendidikan dilaksanakan di masjid atau di rumah-rumah. Para ulama mengajar dengan sistem halaqah (pertemuan). Waktu itu beberapa masjid sudah dilengkapi dengan perpustakaan. Lembaga pendidikan dasar-menengah disebut kuttab.

Kekuatan penuh kebangkitan Timur mulai tampak setelah Baitulhikmah yang didirikan Khalifah Harus Ar-Rasyid sebagai lembaga penerjemah, berkembang menjadi perguruan tinggi, perpustakaan, dan lembaga penelitian pada era Khalifah al-Ma'mun.

Baitulhikmah memiliki koleksi ribuan judul ilmu pengetahuan. Perpustakaan besar itu didesain khusus. Di dalamnya terdapat sebuah ruang baca yang sangat nyaman. Tak hanya itu, Baitulhikmah juga menjadi tempat-tempat tinggal bagi para penerjemah. Secara rutin, para ilmuwan menggelar diskusi-diskusi ilmiah. Baitulhikmah juga digunakan sebagai tempat pengamatan bintang.

Kehadiran Baitulhikmah dan peran para intelektual yang menganut aliran Muktazilah telah mendorong Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan, filsafat, ilmu kesusasteraan, dan syariat Islam di seluruh kerajaan Islam termasuk dunia. Al-Ma'mun, sebagai khalifah yang mendukung aliran Muktazilah, mempercayakan tugas penerjemahan di Baitulhikmah kepada Yahya bin Abi Mansur serta Qusta bin Luqa, Hunain bin Ishaq, dan Sabian Sabit bin Qurra.

Ketika al-Ma'mun mendirikan Baitulhikmah, ia sempat mengirimkan utusan kepada Raja Roma, Leo Armenia, untuk mendapatkan karya-karya ilmiah Yunani kuno untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada tahap awal, para ilmuwan di Baitulhikmah menerjemahkan karya-karya bidang kedokteran dan filsafat.

Setelah itu, karya-karya dalam bidang matematika, astrologi, dan ilmu bumi mendapat perhatian. Prestasi yang menonjol yang dihasilkan para sarjana di lembaga itu adalah penemuan susunan peta bumi. Pada masa itu juga diketahui cara menentukan arah kiblat bagi umat Islam untuk melaksanakan shalat.

Ghirah ilmu pengetahuan dan agama di era keemasan Dinasti Abbasiyah itu telah melahirkan sederet sarjana dan ilmuwan besar yang berpengaruh, seperti al-Kindi. Pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam di Baghdad turut mewarnai dan berpengaruh terhadap kota-kota lain seperti Kairo, Basra, Kufah, Damaskus, Samarkand, Bukhara, serta Khurasan. Para pelajar datang dari berbagai wilayah ke Baghdad, kemudian mengembangkan pengetahuan di tanah kelahiran mereka masing-masing.

Sumber:
http://koran.republika.co.id/koran/153/136399/Muktazilah_di_Era_Keemasan_Islam

Segitiga Bermuda Tempat Munculnya Dajjal?

Selasa, 30 Maret 2010 21:57 WIB

Salah satu dari sekian banyak tanda-tanda kiamat, sebagaimana disampaikan Rasulullah SAW adalah munculnya dajjal, pada suatu masa nanti. Dajjal adalah sosok makhluk bermata satu dan suka membuat dan menyebarkan fitnah. Ia juga mengaku dirinya sebagai tuhan. Akibatnya, banyak umat manusia yang menjadi rusak akhlaknya karena teperdaya oleh tipu daya dan fitnah dajjal ini. Ia hanya mampu dikalahkan oleh Nabi Isa AS.

Karena itu, Rasul SAW senantiasa berdoa agar dijauhkan dari fitnah dajjal. "Ya Allah, aku berlindung dari siksa neraka, azab kubur, fitnah hidup dan saat mati, serta fitnah dajjal."

Dalam berbagai hadisnya, Rasul SAW mengingatkan umatnya, agar berhati-hati terhadap dajjal. "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya tidak ada fitnah di muka bumi ini yang lebih dahsyat daripada dajjal. Dan Allah SWT tidak mengutus seorang rasul atau nabi pun kecuali ia memperingatkan umatnya terhadap kemunculan dajjal. Aku adalah Nabi terakhir, dan kamu sekalian adalah umat terakhir pula. Dajjal pasti keluar dari tengah-tengah kalian. Jika ia keluar sedang aku ada di antara kalian, maka aku akan mengalahkannya dengan hujjah dan kemampuanku. Jika ia keluar setelah aku tiada, maka setiap orang akan menjadi penolong dirinya sendiri untuk mengalahkan musuhnya. Allah adalah penggantiku bagi setiap muslim, ..." (HR Ibnu Majah, Ibn KHuzaimah dan al-Hakim).

Dimanakah dajjal itu akan muncul, kapan kemunculannya, bagaimana rupanya, sehebat apa kekuatannya, berapa umurnya, dan dimana tinggalnya? Itulah berbagai pertanyaan yang sering diungkapkan banyak orang mengenai sosok dajjal tersebut.

Segitiga Bermuda

Menyebut kata 'segitiga bermuda', maka akan terbayang sebuah tempat yang senantiasa menyimpan berbagai macam misteri akan musnah atau hilangnya benda-benda yang berada atau melintas diatasnya. Sejumlah kapal terbang dan kapal laut secara tiba-tiba menghilang saat melintasi diatasnya. Benarkah ada sesuatu disana?

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai kemisterian segitiga bermuda. Ada yang menyatakan, lokasi tersebut memiliki medan magnet yang sangat tinggi. Sehingga benda-benda yang mengandung logam, akan mudah tertarik ke pusatnya. Teori ini dikemukakan oleh Albert Einstein, dengan relativitasnya.

Ada pula yang menyatakan, hilangnya benda-benda (pesawat dan kapal laut) itu, karena memasuki gerbang waktu. Benda-benda itu memasuki wilayah gerbang waktu, sehingga ketika berada tepat diatasnya, maka akan menghilang. Hilangnya itu, bisa kembali ke masa lampau atau muncul di masa depan.

Ada juga yang menyatakan, lenyapnya benda-benda itu karena mereka ditelan atau dibawa oleh UFO (Unidentified Flying Object) atau piring terbang. Sementara yang lain mengatakan, mereka hilang karena masuk dalam dunia paralel. Mereka ada di dunia yang berbeda dengan dunia yang sebelumnya. Dari empat teori diatas, ketiga teori yang terakhir disebiut pula dengan teori mekanika quantum.

Benarkah semua itu? Hingga saat ini, belum ada yang mampu menjelaskannya secara ilmiah. Berbagai hasil penelitian dan teori-teori diatas, seakan terbantahkan ketika hal itu tak mampu dibuktikan.

Lalu apakah yang menyebabkannya? Dajjal. Mungkin inilah jawaban terakhir yang dikemukakan sejumlah orang mengenai hilangnya pesawat dan kapal laut itu. Dajjal, --sosok makhluk terlaknat dan pembuat fitnah itu-- kini dituding yang melakukan semua itu karena persekongkolannya dengan setan.

Muhammad Isa Daud, penulis buku 'Dajjal Muncul di Segitiga Bermuda' menjelaskan, musnahnya benda-benda itu disebabkan oleh si makhluk bermata satu alias dajjal. Menurutnya, di daerah segitiga bermuda (Bermuda Triangle) yang terletak di antara Florida (Amerika) di sebelah barat, Puerto Rico di sebalah timur, dan pulau bermuda di sebalah utara. Ada yang mengatakan, Florida berasal dari kata 'Flory' dan 'ida' yang berarti dukun yang ditunggu atau tuhan masa depan.

Segitiga bermuda terletak di Samudera Atlantik. Menurut Isa Daud, disitu terdapat sebuah pulau yang dikuasai oleh sekumpulan makhluk yakni setan yang bekerja sama dengan dajjal untuk menghancurkan umat manusia. Nama pulau itu adalah pulau setan (bedakan dengan pulau setan di Guyana, Prancis).

Di sekitar wilayah segitiga bermuda ini, sebagaimana diterangkan Isa Daud, dajjal bersama setan berkomplot dan terus berusaha menyebarkan misinya, melalui orang-orang kepercayaannya, sesama penyembah setan. Mereka mengajarinya dengan berbagai bujukan dan rayuan sehingga orang-orang terkesima dan takjub dengan apa yang disuguhkan dan disajikannya. Maka, pada hari kiamat nanti, dari lokasi (Segitiga Bermuda) inilah, dajjal akan muncul dan melakukan fitnah secara besar-besaran kepada seluruh umat manusia. Ia akan membangga-banggakan cara-cara Yahudi, karena dajjal dipercaya merupakan keturunan dari Yahudi.

Muhammad Isa Daud menegaskan, ia membuat kesimpulan diatas, bukan atas pendapatnya sendiri, melainkan berdasarkan sejumlah manuskrip kuno yang ia pelajari dari beberapa orang Muslim, baik yang tinggal di Palestina, Arab Saudi, Yaman, Swedia, Amerika, Inggris, Jerman, dan lainnya. Mereka itulah, ungkap Isa Daud, yang memiliki data yang mencengangkan yang belum pernah dipublikasikan oleh orang lain. Wallahu A'lam.

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/islam-digest/10/03/30/108742-segitiga-bermuda-tempat-munculnya-dajjal-

Penciptaan Alam Semesta Menurut Al Ghazali dan Ibnu Rusyd

Rabu, 01 Desember 2010 13:31 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Al-Ghazali merupakan tokoh penentang dan penyanggah falsafa (filsafat Islam) yang paling brilian. Oliver Leaman dalam Pengantar Filsafat Islam menulis bahwa Al-Ghazali seringkali menyerang para filsuf dengan dasar argumen yang mereka pergunakan sendiri, sambil menyampaikan pendapatnya secara filosofis dengan menyatakan bahwa tesis-tesis utama mereka adalah tidak benar dilihat dari sudut-sudut dasar logika itu sendiri.

Sebagai contoh, dalam bukunya The Incoherence of the philosophers (Tahafut al-Falasifah), Al-Ghazali membentangkan dua puluh pernyataan yang ia coba buktikan kesalahannya. Tujuh belas di antaranya menimbulkan bid’ah karena dianggap menyimpang dari ajaran yang asli, yakni Alquran. Dan, tiga di antaranya benar-benar membuktikan apa yang ia ka tegorikan sebagai orang yang tidak beriman, bahkan dengan tuduhan yang lebih berat lagi.

Mengenai pandangan yang keliru dari para filsuf ini, Al-Ghazali mengungkapkan pendapatnya sebagaimana ia paparkan dalam bukunya yang berjudul Munqidh min adh-Dhalal bahwa “kekeliruan para filsuf terdapat dalam ilmu-ilmu metafisik. Karena ternyata mereka tidak dapat memberikan bukti-bukti yang pasti menurut persyaratan yang mereka perkirakan ada dalam logika. Maka, dalam banyak hal mereka berbeda pendapat dalam persoalan-persoalan metafisik. Ajaran Aristoteles tentang masalah-masalah ini, sebagaimana yang dilansir oleh Farabi dan Ibnu Sina, mendekati inti pokok ajaran filsafat Islam”.

Salah satu filsuf Muslim yang mendapat kritikan dari Al-Ghazali adalah Ibnu Rusyd. Menurut Leaman, silang pendapat antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd sangat menarik karena argumen-argumen yang disampaikan oleh keduanya selalu melahirkan masalah-masalah khusus yang bersifat kontroversial. Contohnya adalah perdebatan Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd tentang penciptaan alam.

Tentang penciptaan alam, Al-Ghazali mempunyai konsep yang sangat berbeda dari konsepsi yang dimiliki para filsuf Muslim. Para filsuf Muslim, termasuk Ibnu Rusyd, berpendapat bahwa alam itu azali, atau qadim, yakni tidak bermula dan tidak pernah ada. Sementara itu, Al-Ghazali berpikir sebaliknya.

Bagi Al-Ghazali, bila alam itu dikatakan qadim, mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi paham qadim-nya alam membawa kepada simpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya, tidak diciptakan Tuhan. Dan, ini berarti bertentangan dengan ajaran Alquran yang jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan segenap alam (langit, bumi, dan segala isinya).

Bagi Al-Ghazali, alam haruslah tidak qadim dan ini berarti pada awalnya Tuhan ada, sedangkan alam tidak ada, kemudian Tuhan menciptakan alam, alam ada di samping adanya Tuhan. Sebaliknya, bagi para filsuf Muslim, paham bahwa alam itu qadim sedikit pun tidak dipahami mereka sebagai alam yang ada dengan sendirinya. Menurut mereka, alam itu qadim justru karena Tuhan menciptakannya sejak azali/qadim. Bagi mereka, mustahil Tuhan ada sendiri tanpa mencipta pada awalnya, kemudian baru menciptakan alam.

Gambaran bahwa pada awalnya Tuhan tidak mencipta, kemudian baru menciptakan alam, menurut para filsuf Muslim, menunjukkan berubahnya Tuhan. Tuhan, menurut mereka, mustahil berubah, dan oleh sebab itu mustahil pula Tuhan berubah dari pada awalnya tidak atau belum mencipta, kemudian mencipta.

Dalam rangka menangkis serangan Al-Ghazali terhadap paham qadim-nya alam, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa paham itu tidak bertentangan dengan ajaran Alquran. Bahkan sebaliknya, pendapat para teolog yang mengatakan bahwa alam diciptakan Tuhan dari tiada, justru tidak mempunyai dasar dalam Alquran.

Menurut Ibnu Rusyd, dari ayat-ayat Alquran (QS 11: 7; QS 41: 11; dan QS 21: 30) dapat diambil simpulan bahwa alam diciptakan Tuhan bukanlah dari tiada (al-'adam), tapi dari sesuatu yang telah ada. Ia mengungkapkan hal ini dalam kitabnya Tahafut Tahafut al-Falasifah (Kehancuran bagi Orang yang Menghancurkan Filsafat). Selain itu, ia mengingatkan bahwa paham qadim-nya alam tidaklah harus membawa kepada pengertian bahwa alam itu ada dengan sendirinya atau dijadikan oleh Tuhan.

Sementara itu, menurut Sulaiman Dunya dalam pengantarnya tentang "Al-Ghazali: Biografi dan Pemikirannya", dalam Terjemahan Tahafut al-Falasifah, karya Al-Ghazali ini belum menggambarkan secara keseluruhan pemikiran Al-Ghazali. Sebab, komentar AlGhazali tentang kehancuran para filsuf ini, kata Sulaiman, sebelum ia mendapatkan pencerahan petunjuk mengenai `ketersingkapan tabir­sufistik' (al-kasyf ash-Shufiyyah). Maksudnya, secara keseluruhan AlGhazali menerima pemikiran filsafat selama pandangan itu sesuai dengan pandangan Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW.

Sumber:

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/islam-digest/10/12/01/149868-penciptaan-alam-semesta-menurut-al-ghazali-dan-ibnu-rusyd

Rabu, 08 Juni 2011

Ketika geografi induk segala ilmu

oleh :Dr. Fahmi Amhar


Siapakah yang lebih berhak disebut induk segala ilmu? Orang Barat menyebut: filsafat. Ini karena filsafat dianggap kajian yang sangat mendasar, menyangkut eksistensi, pengetahuan, kebenaran, keelokan, keadilan, kepatutan, pikiran dan bahasa. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani kuno φιλοσοφία (philosophía), yang berarti "kecintakan pada kebijaksanaan."


Namun tak semua ilmuwan dan orang bijak sepakat dengan itu. Ketika filsafat semakin sering lepas dari dunia empiris, serta disinyalir justru digunakan untuk mengacau keimanan, orang mencoba mencari “induk” yang baru. Dan salah satu induk baru itu ternyata adalah: geografi. Geografi dianggap ilmu yang menghubungkan langit (yakni pengamatan astronomi dan meteorologi) dan bumi (geodesi dan geologi). Juga ilmu yang menghubungkan dunia hidup (biotik) dan mati (abiotik). Yang hiduppun mencakup flora, fauna dan manusia beserta interaksinya.

Dan yang lebih penting: geografi tidak cuma ilmu untuk memetakan dan memahami alam semesta di sekitar kita, namun juga untuk merubahnya sesuai kebutuhan kita. Berbeda dengan filsafat, geografi memiliki kegunaan praktis, baik di masa damai maupun di masa perang. Sampai hari ini, geografi mutlak diperlukan baik oleh wisatawan, perencana kota hingga panglima militer.


Dari sisi sejarah, para geografer pertama muncul hampir bersamaan dengan mereka yang dianggap filosof pertama. Anaximander dari Miletus (610 – 545 SM) dikenal sebagai pendiri geografi. Dia menemukan gnomon, alat sederhana untuk menentukan posisi lintang. Ada perdebatan tentang siapa penggagas mula bentuk bulat bumi: Parmenides atau Phytagoras. Anaxagoras berhasil membuktikan bentuk bulat bumi dari bayangan bumi saat gerhana bulan. Namun dia masih percaya bahwa bumi seperti cakram. Yang pertama mencoba menghitung radius bumi sebagai bola adalah Eratosthenes. Sedang Hipparchus menggagas lintang dan bujur serta membaginya dalam 60 unit (sexagesimal) sesuai matematika Babylonia saat itu. Pada awal milenia, penguasa Romawi-Mesir Jenderal Ptolomeus (83-168) membuat atlas yang pertama.


Selama zaman pertengahan dan kejatuhan Romawi, terjadi evolusi dari geografi Eropa ke dunia Islam. Tidak syak lagi, Qur’an memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan penjelajahan demi penjalajahan (QS 30-ar Ruum : 9). Para geografer muslim ternama dari Abu Zaid Ahmed ibn Sahl al-Balkhi (850-934), Abu Rayhan al-Biruni (973-1048), Ibnu Sina (980-1037), Muhammad al-Idrisi (1100–1165), Yaqut al-Hamawi (1179-1229), Muhammad Ibn Abdullah Al Lawati Al Tanji Ibn Battutah (1305-1368) dan Abū Zayd ‘Abdu r-Rahman bin Muhammad bin Khaldūn Al-Hadrami, (1332-1406), menyediakan laporan-laporan detail dari penjelajahan mereka.


Namun tentu saja selembar peta sering berbicara lebih banyak dari jutaan kata-kata. Fenomena juga harus ditafsirkan dengan teori atau informasi yang dikenal sebelumnya. Untuk itulah para ilmuwan Islam menafsirkan ulang karya-karya sebelumnya baik dari Romawi, Yunani maupun India dan mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad untuk tujuan itu. Al-Balkhi bahkan mendirikan “Mazhab Balkhi” untuk pemetaan di Baghdad.


Al-Biruni menyediakan kerangka referensi dunia pemetaan. Dialah yang pertama kali menjelaskan tentang proyeksi polar-equi-azimutal equidistant, yang di Barat baru dipelajari lima abad setelahnya oleh Gerardus Mercator (1512-1594). Al-Biruni dikenal sebagai sosok yang paling terampil dalam soal pemetaan kota dan pengukuran jarak antar kota, yang dia lakukan untuk banyak kota di Timur Tengah dan anak benua India. Dia mengkombinasikan antara kemampuan astronomis dan matematika untuk mengembangkan berbagai cara menentukan posisi lintang dan bujur. Dia juga mengembangkan teknik untuk mengukur tingginya gunung maupun dalamnya lembah. Dia juga mendiskusikan tentang geografi manusia dan habitabilitas planet (syarat-syarat planet yang dapat dididami). Dia berhipotesa bahwa seperempat dari permukaan bumi dapat didiami oleh manusia.


Dia juga menghitung letak bujur dari kota Khwarizm dengan menggunakan tinggi maksimum matahari dan memecahkan persamaan geodetis kompleks untuk menghitung secara akurat jari-jari bumi yang sangat dekat dengan nilai modern. Metode al-Biruni ini berbeda dengan pendahulunya yang biasanya mengukur jari-jari bumi dengan mengamati matahari secara simultan dari dua lokasi yang berbeda. Al-Biruni mengembangkan metode kalkulasi trigronometri berbasis sudut antara dataran dan puncak gunung yang dapat dilakukan secara akurat oleh satu orang dari satu lokasi saja.


John J. O'Connor dan Edmund F. Robertson menulis dalam MacTutor History of Mathematics archive: "Important contributions to geodesy and geography were also made by Biruni. He introduced techniques to measure the earth and distances on it using triangulation. He found the radius of the earth to be 6339.6 km, a value not obtained in the West until the 16th century. His Masudic canon contains a table giving the coordinates of six hundred places, almost all of which he had direct knowledge."


Seiring dengan al-Biruni, Suhrab pada abad-10 membuat buku berisi koordinat-koordinat geografis serta instruksi untuk membuat peta dunia segi empat dengan proyeksi equi-rectangular atau cylindrical-equidistant. Sedang Ibnu Sina berhipotesa tentang sebab-sebab munculnya pegunungan secara geologis, apa yang sekarang disebut ilmu geomorfologi.


Dengan kerangka tersebut Al-Idrisi membuat peta dunia yang detail atas permintaan raja Roger di Sicilia, yang waktu itu dikuasai Islam. Peta al-Idrisi ini disebut di Barat “Tabula Rogeriana”. Peta ini masih berorientasi ke Selatan. Al-Hamawi menulis Kitab Mu'jam al-Buldan yang merupakan ensiklopedi geografi dunia yang dikenal hingga saat itu. Ibn Battutah membuat laporan geografi hingga pulau-pulau di Nusantara, yang Majapahit atau Sriwijayapun tidak meninggalkan catatan. Sementara itu Ibnu Khaldun menulis dalam kitab monumentalnya “Muqadimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi, termasuk klimatologi dan geografi manusia.


Geografer muslim dari Turki Mahmud al-Kasygari (1005-1102) menggambar peta dunia berbasiskan bahasa, dan ini pula yang dilakukan oleh Laksamana Utsmani Piri Rais (1465–1555) agar Sultan Sulayman I (al-Qanuni) dapat memerintah daulah khilafah dengan efisien.


Geografi di kalangan kaum muslimin masih bertahan ketika Khilafah masih menegakkan jihad. Begitu era jihad mengendur, antusiasme pada geografi pun mengendur. Kaum muslimin jadi kehilangan “kompas” dan wawasan mereka dalam peta geopolitik dunia. Akibatnya satu demi satu tanah air mereka lepas atau sumber dayanya diperas penjajah kafir.

Sumber: http://geomiau.multiply.com/journal/item/14/Ketika_geografi_induk_segala_ilmu

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites